Pages

Search & Win

Saturday, January 8, 2011

0 Memulung Botol di Jerman Untuk Ambil Gelar Doktor (True Story)

Ada orang Indonesia yang jadi pemulung untuk ambil gelar
doktor di luar negeri? Ya ada. Demi menyelesaikan studi jenjang doktoral di Brandenburgische
Technische Universität Cottbus, Jerman, dalam dua tahun terakhir Suhendra berusaha mencukupi
kekurangan uangnya dengan memulung botol di Berlin. Kemandiriannya berbuah pada
penguasaan kemampuan spesifik hingga menjadikan dia satu-satunya doktor dari negara lain
yang dibutuhkan sebuah institusi Pemerintah Jerman.

”Saya memulung pada waktu senggang, biasanya sehabis subuh agar tak ketahuan orang
(Indonesia),” kata Suhendra, salah seorang peserta International Summit 2010 Ikatan Ilmuwan
Indonesia Internasional (I-4) pada 16-18 Desember 2010, di Jakarta.

Ia memulung botol bekas wadah minuman di stasiun pemberhentian kereta api, terminal bus,
dan bandara. Satu botol bekas minuman air mineral dihargai 25 sen euro. Sementara botol bekas
minuman berkarbonasi dihargai 15 sen euro.

Untuk menguangkan botol-botol itu, ia membawanya ke mesin otomatis yang ada di stasiun
kereta api. Sabtu dan Minggu merupakan hari penuh berkah karena botol bekas relatif berlimpah.
Dalam sehari dia bisa mendapatkan 40-50 botol.

”Mesin-mesin otomatis itu seperti ATM. Botol yang saya masukkan diganti voucher yang bisa
ditukar dengan uang,” kata Suhendra yang memulung tahun 2004-2006, saat mengambil doktor
bidang environmental safety for petroleum project atau sistem keamanan lingkungan untuk
industri tambang minyak.

Hasil memulung memang tak cukup untuk membayar sewa apartemen, biaya makan, dan

asuransi. Suhendra pun bekerja paruh waktu di pabrik cokelat. ”Pekerjaan saya di bidang
perawatan. Tetapi, itu sesungguhnya pekerjaan bersih-bersih lantai dan mesin pabrik.”

Suhendra menikahi Dewi Yuniasih tahun 1999, dan mulai 2002 istrinya juga menetap di Jerman.
Kini Dewi masih menuntaskan program studi kedokteran di Humboldt University of Berlin.

Keahlian spesifik

Suhendra menempuh studi S-1 di Universitas Diponegoro, dan lulus di bidang teknik kimia. Ia
melanjutkan S-2 di Institut Teknologi Bandung dan mendapat beasiswa program master double
degree di Brandenburgische Technische Universität (BTU) untuk periode 2000-2002. Jenjang
studi S-2 dia selesaikan setahun di ITB dan setahun di BTU.

”Program master saya di Jerman dengan riset industri bidang teknik kimia di Max Planck
Institute (MPI),” katanya.

Di MPI, dia meneliti penentuan kinetik pada reaksi kimia. Ini lalu jadi keahlian spesifik
Suhendra. Aplikasinya pada reaksi eksplosif pada metal. Ia melanjutkan studi S-3 di tempat sama
tahun 2002-2006. Selama 2002-2004 ia memperoleh beasiswa, tetapi dua tahun berikutnya harus
biaya sendiri.

Tahun 2006, ia menuntaskan studi dengan hasil penelitian kerangka kerja untuk penilaian
kondisi minyak yang aman serta ramah lingkungan. ”Berupa parameter untuk kerangka kerja
dan indikator operasi kilang minyak yang aman dan ramah lingkungan,” kata Suhendra yang
mendapatkan ijazahnya pada Februari 2007.

Dia lalu melamar kerja di Badan Penelitian Jerman, Federal Institute for Materials Research and
Testing (Bundesanstalt für Materialforschung und-prüfung/BAM) di Berlin. Ini seperti Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), tetapi di bawah Kementerian Ekonomi dan Teknologi
Jerman.

”Ada slogan menarik di lembaga ini,” katanya. Kira-kira demikian, ”Alokasikan uang yang
banyak untuk riset, maka riset akan memberikan uang yang lebih banyak.”

Pada April 2007, setelah melalui verifikasi dinas ketenagakerjaan setempat, dia diterima di
BAM. ”Kemungkinan saya diterima di BAM karena keahlian spesifik untuk bidang material
eksplosif. Latar belakang keilmuan saya sesuai dengan yang dicari,” katanya.

Di lingkup kerja BAM, Suhendra mengerjakan model simulasi matematik untuk kebakaran
tambang batu bara bawah tanah. Ia mengembangkan pula model simulasi emisi gas rumah kaca
yang dihasilkan dari kegiatan tambang batu bara bawah tanah.

”Saya mengembangkan simulasi kecepatan perambatan api pada tambang batu bara bawah
tanah,” ujarnya. Keberhasilan itu mengantar Suhendra memimpin kerja sama Jerman-China
pada 2008 di bidang penanganan kebakaran tambang batu bara bawah tanah di China.

”Korban sekitar 6.000 jiwa per tahun terjadi di China akibat kebakaran tambang batu bara.
Saya diserahi proyek untuk kerja sama penanganan masalah ini,” katanya.

Dia pun banyak hadir dalam forum ilmiah China untuk menyebarkan ilmu penanganan dan
pencegahan kebakaran tambang batu bara bawah tanah. Belakangan, Suhendra beranjak pada
kegiatan urban minning yang secara harfiah bisa diartikan menambang di kawasan urban atau
kota.

Menambang di kota

Menambang di kota tak ubahnya dengan kegiatan memulung, yaitu menghasilkan uang dari
limbah yang terbuang. Menurut Suhendra, konsep urban minning tak sesederhana proses daur
ulang. Urban minning mempersyaratkan teknologi lebih rumit dibandingkan dengan sekadar
proses daur ulang.

Ia mencontohkan bagaimana memulihkan komponen vital dan paling berbahaya kadmium bagi
lingkungan dari proses industri sel surya. ”Di Uni Eropa, urban minning memanfaatkan pula
limbah logam seperti aluminium dan besi, juga kegiatan produksi fosfor dari limbah kotoran
manusia.”

Pada 2008 Uni Eropa sempat kekurangan fosfor untuk bahan utama pupuk. Suhendra lalu
mengembangkan rekayasa pengolahan limbah kotoran manusia secara lebih optimal untuk
meningkatkan produksi fosfor.

Seperti di Jerman, limbah kotoran manusia disalurkan ke sebuah penampungan. Ini memudahkan
pengolahannya. Limbah juga dijadikan biogas.

Tahun 2009, BAM menugasinya memimpin proyek Sustainable and Safe Re-use of Municipal
Sewage Sludge for Nutrient Recovery (Susan). Ini proyek penanganan berbagai limbah industri
di kota, yang juga bisa diimplementasikan di Indonesia yang sumbernya berlimpah.

Sumber: Kompas

Arda, Dimas

0 komentar:

Post a Comment